AL-QUR'AN SURAH AL-KAFIRUN, 109: 1-6 AL-QUR'AN SURAH YUNUS, 10: 40-41 AL-QUR'AN SURAH AL-KAHFI, 18: 29



A. AL-QUR'AN SURAH AL-KAFIRUN, 109: 1-6 TENTANG TIDAK ADA TOLERANSI DALAM KEIMANAN DAN PERIBADAHAN
                                                                                                                     
   
ARTINYA :
1. Katakanlah "Wahai orang-orang kafir!" 
2. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah 
3. Dan kamu bukan penyembah tuhan, yang aku sembah 
4. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah 
5. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah 
6. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku

ASBABUN NUZUL SURAH AL-KAFIRUN AYAT 1-6

       Surah Al-Kafirun ini termasuk surah Makkiyah atau surah yang diturunkan di Mekkah, sebelum Nabi Muhammad SAW berhijrah ke Madinah. Dan merupakan urutan surat yang ke-109 dalam Al-Qur'an yang terdiri dari 6 ayat. Al-Kafirun artinya orang-orang kafir. Surah ini dinamakan Surah Al-Kafirun, karena tema pokoknya menjelaskan sikap Nabi Muhammad SAW dan umat Islam terhadap orang-orang kafir. 

ISI KANDUNGAN SURAH AL-KAFIRUN AYAT 1-6
1. Tuhan yang disembah (ma'bud) oleh Nabi Muhammad SAW dan umat Islam berbeda dengan Tuhan yang disembah orang-orang kafir. Begitu pula dengan cara peribadahan.  
2. Orang islam/muslim dilarang menyembah sesembahan orang kafir.
3. Orang islam boleh bertoleransi dengan pemeluk agama lain dalam hal keduniawian, tapi tidak boleh bertoleransi dalam hal aqidah, syariat dan dalam hal ubudiyah.
4. Larangan bagi orang islam mencampuradukkan agamanya dengan agama lain

       Dalam menyikapi perbedaan keimanan dan peribadahan itu, umat Islam dan kaum kafir hendaknya bebas beragama dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya, dan tidak boleh saling mengganggu. Islam melarang memaksa orang lain untuk menganut sesuatu agama


B. AL-QUR'AN SURAH YUNUS, 10: 40-41 TENTANG SIKAP TERHADAP ORANG YANG BERBEDA PENDAPAT
ARTINYA :
40. Di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepada Al Quran, dan di antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan.
41. Jika mereka mendustakan kamu, Maka Katakanlah: "Bagiku pekerjaanku dan bagimu pekerjaanmu. kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan aku pun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan". (QS.Yunus, 10: 40-41)

ASBABUN NUZUL SURAH YUNUS AYAT 40-41

Tidak semua wahyu Allah terdapat asbabun nuzul. Salah satunya yaitu Surat Yunus ayat 40-41. Dalam tafsir tidak dijelaskan penyebab (asbabun nuzul) ayat tersebut.

ISI KANDUNGAN SURAH YUNUS AYAT 40-41

1. Ada golongan umat manusia yang beriman terhadap Al-Qur'an dan ada yang tidak beriman kepada Al-Qur'an.
2. Allah SWT mengetahui sikap dan perilaku orang-orang yang beriman yang bertakwa kepada Allah SWT dan orang-orang yang tidak beriman yang berbuat durhaka kepada Allah SWT.
3. Orang-orang yang beriman kepada Allah SWT (umat Islam) harus yakin bahwa Rasul Allah SWT yang terakhir adalah Nabi Muhammad SWT dan Al-Qur'an adalah kitab suci yang harus dijadikan pedoman hidup umat manusia sampai akhir zaman.
    
Umat Islam harus menyadari bahwa setiap amal perbuatan manusia baik ataupun buruk diketahui oleh Allah SWT. Dan masing-masing orang akan memikul dosanya sendiri-sendiri.

C. AL-QUR'AN SURAH AL-KAHFI, 18: 29 TENTANG KEBEBASAN BERAGAMA
  
ARTINYA :
"Dan katakanlah (Muhammad) : 'kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah dia beriman, dan barang siapa menghendaki (kafir) biarlah dia kafir. Sesungguhnya kami telah menyediakan neraka bagi orang zalim, yang gejolaknya mengepung mereka. Jika mereka meminta pertolongan (minum), mereka akan diberi air, seperti besi yang mendidih yang menghanguskan wajah (itulah) minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek." (Q.S. Al-Kahfi, 18:29)

ASBABUN NUZUL SURAH AL-KAHFI AYAT 29

Surat Al Kahfi termasuk golongan surat Makkiyah. Ayat 29 dalam surat Al-Kahfi ini secara khusus tidak memiliki asbabun nuzulnya.
ISI KANDUNGAN SURAH AL-KAHFI AYAT 29
1. Kebenaran itu sumbernya dari Allah SWT.
2. Manusia diberi kebebasan memilih mau beriman atau kafir bagi orang yang beriman dan beramal sholeh disediakan Surga dan bagi orang yang kafir disediakan neraka.
3. Jika manusia memilih kafir dan melepaskan keimanan maka berarti mereka telah melakukan kezhaliman.

       Kebebasan memilih agama merupakan Hak Asasi Manusia, Ajaran Islam melarang penganutnya memaksa orang lain masuk Islam, dan hendaknya bersikap toleran terhadap umat-umat non-Islam sehingga kerukunan antar umat beragama dapat terwujud.

IMAN KEPADA HARI AKHIR

IMAN KEPADA HARI AKHIR

A.    HARI KIAMAT SEBAGAI HARI PEMBALASAN HAKIKI
1.       Hari kiamat menurut Al-Qur’an
a.       Kiamat sugra
Kiamat sugra berarti kiamat kecil. Misalnya kematian atau berbagai macam bencana alam, seperti gempa bumi, gunung meletus, ataupun banjir, yang banyak menelan korban jiwa.
Mati ialah terpisahnya antara jasmani dan rohani. Jasmani kembali ke asalnya yaitu tanah, sedangkan rohani terus hidup di alam Barzakh (alam kubur).
b.      Kiamat kubra
Kiamat kubra (besar) adalah hancurnya alam semesta beserta isinya. Bumi,matahari, dan  bintang saling bertabrakan sehingga mengalami kehancuran total. Seluruh makhluk hidup yang ada di muka bumi mati. Peristiwa ini terjadi setelah Malaikat Israfil meniup sangkakala yang pertama. Tiupan yang kedua ialah membangkitkan kembali manusia yang pernah hidup di alam dunia dari alam kuburnya.
2.      Surga dan Neraka
 Surga adalah tempat yang penuh kenikmatan, yang disediakan Allah bagi orang-orang yang bertaqwa. Neraka adalah tempat yang penuh dengan berbagai siksaan, yang disediakan Allah bagi orang-orang yang durhaka.
3.      Kesimpulan
·         Hukum beriman kepada hati akhir adalah fardhu’ain. Apabial tidak beriman kepada adanya hari akhir dianggap murtad
·         Ada kiamat sugra (kecil) dan kiamat kubra (besar). Setelah terjadi kiamat kubra, seluruh umat manusia dibangkitkan dari alam kuburnya masing-masing (ba’as), kemudian dikumpulakn di Padang Mahsyar untuk dihisab semua amal perbuatanya ketika di dunia.

PERILAKU TERPUJI

 PERILAKU TERPUJI

 

A.    ADIL
Dalam kamus bahasa Indonesia, kata adil berasal dari bahasa Arab yang berarti tidak berat sebelah, jujur, tidak berpihak, atau proporsional. Pengertian adil menurut istilah ilmu akhlak dapat dikemukakan sebagai berikut :
·         Meletakkan sesuatu pada tempatnya.
·         Menerima hak tanpa lebih dan memberikan hak orang lain tanpa kurang.
·         Memberikan hak setiap yang berhak secara lengkap, tidak melebihi dan tidak mengurangi, antara sesama yang berhak dalam keadaan yang sama, dan menghukum orang jahat atau melanggar hukum sesuai dengan kesalahan dan pelanggarannya.
Menurut pengertian tersebut, jelaslah bahwa “Adil” termasuk akhlaqul karimah yang harus dimiliki oleh setiap Muslim/Muslimah, seseorang hendaknya berlaku adil terhadap diri sendiri, kedua orangtuanya, bangsa dan negaranya, bahkan terhadap khaliqnya, Allah SWT.
Orang yang memiliki sifat adil akan menyadari bahwa setiap orang harus mempertanggungjawabkan semua perbuatannya, setiap orang tidak akan menanggung perbuatan dosa orang lain, dan setiap orang akan memperoleh hak sesuai apa yang telah diusahakannya.
B.     RIDA
Kata rida berasal dari bahasa Arab yang artinya rela dan menerima dengan suci hati. Menurut istilah rida berarti menerima dengan rasa senang apa yang diberikan oleh Allah baik berupa peraturan, hukuman, ataupun qada atau ketentuan nasib.
Rida dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam yaitu :
a.       Rida terhadap hukum (peraturan) Allah SWT.
b.      Rida terhadap qada dan qadar Allah SWT yang berkaitan dengan nasib.
C.    AMAL SALEH
Menurut pengertiankebahsaan amal berarti perbuatan dan saleh berarti baik. Jadi amal saleh berarti perbuatan baik.
Menurut istilah dalam pengertian yang khusus amal saleh atau perbuatan yang baik ialah setiap hal yang mengajak dan membawa ketaatan terhadap Allah SWT, atau setiap perbuatan yang mengantar pada ketaatan terhadap Allah SWT, baik perbuatan lahir maupun batin. Dalam pengertian yang umum, amal saleh ialah perbuatan, lahir atau batin, yang berakibat pada hal yang positif atau bermanfaat. Amal saleh harus dilandasi dengan iman.
Syarat sahnya amal saleh adalah :
1.      Amal saleh itu dikerjakan dengan niat ikhlas karena Allah SWT semata.
2.      Amal saleh itu hendaknya dilakukan secara sah, sesuai dengan petunjuk syara’.
3.      Dilakukan dengan mengetahui ilmunya.
Apabila amal-amal saleh itu dikerjakan dengan niat ikhlas karena Allah, sesuai dengan ketentuan syara’ dan sesuai dengan ilmunya, tentu akan mendatangkan kebaikan-kebaikan baik bagi kehidupan di alam dunia maupun bagi kehidupan di alam akhirat

MUNAKAHAT

 MUNAKAHAT

 

A.    KETENTUAN HUKUM ISLAM TENTANG PERNIKAHAN
1.      Pengertian
Munakahat berarti pernikahan atau perkawinan. Kata dasar dari pernikahan adalah nikah. Kata nikah memiliki persamaan dengan kata kawin. Menurut bahasa Indonesia, kata nikah berarti berkumpul atau bersatu. Dalam istilah syari’at, nikah itu berarti melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri seorang laki-laki dan seorang perempuan serta menghalalkan hubungan kelamin antara keduanya dengan dasar suka rela dan persetujuan bersama, demi terwujudnya keluarga (rumah tangga) bahagia, yang diridai oleh Allah SWT.
Nikah termasuk perbuatan yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW atau sunah Rasul.
2.      Hukum Nikah
Menurut sebagian besar ulama, hukum nikah pada dasarnya adalah mubah, artinya boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan. Jika dikerjakan tidak mendapat pahala, dan jika ditinggalkan tidak berdosa.
Ditinjau dari segi kondisi orang yang akan melakukan pernikahan, hukum nikah dapat berubah menjadi sunah, wajib, makruh, atau haram.
1.      Sunah
Bagi orang yang ingin menikah, mampu menikah, dan mampu pula mengendalikan diri dari perzinahan walaupun tidak segera menikah maka hukum nikah adalah sunah.
2.      Wajib
Bagi orang yang ingin menikah, mampu menikah, dan ia khawatir berbuat zina jika tidak segera menikah, maka hukum nikah adalah wajib.
3.      Makruh
Bagi orang yang ingin menikah, tetapi belum mampu memberi nafkah terhadap istri dan anak-anaknya, maka hukum nikah adalah wajib.
4.      Haram
Bagi orang yang bermaksud menyakiti wanita yang akan ia nikahi, hukum nikah adalah haram.
3.      Tujuan Pernikahan
Secara umum, tujuan pernikahan menurut Islam adalah untuk memenuhi hajat manusia (pria terhadap wanita ataupun sebaliknya) dalam rangka mewujudkan rumah tangga yang bahagia, sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama islam.
Tujuan pernikahan yang islami dapat dikemukakan sebagai berikut :
·         Untuk memenuhi kebutuhan seksual (birahi) secara sah dan diridai Allah.
·         Untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat.
·         Untuk mewujudkan keluarga bahagia di dunia dan akhirat
4.      Rukun Nikah
Rukun nikah berarti ketentuan-ketentuan dalam pernikahan yang harus dipenuhi agar pernikahan itu sah. Rukun nikah tersebut ada 5 macam yakni sebagai berikut:
·         Ada calon suami.
·         Ada salon istri.
·         Ada wali nikah
Wali nikah dapat dibagi menjadi dua macam :
a)      Wali Nasab
b)      Wali Hakim
Syarat yang harus dipenuhi oleh wali nikah :
a.       Beragama Islam
b.      Laki-laki
c.       Balig dan berakal
d.      Merdeka dan bukan hamba sahaya
e.       Bersifat adil
f.       Tidak sedang ihram haji atau umrah
·         Ada dua orang saksi.
·         Ada akad nikah yakni ucapan ijab kabul. Ijab adalah ucapan wali (dari puhak mempelai wanita), sebagai penyerahan kepada mempelai laki-laki. Qabul adalah ucapan mempelai laki-laki sebagai tanda penerimaan.
Selesai akad nikah diadakan walimah, yaitu pesta pernikahan. Hukum mengadakn walimah adalah sunah muakkad.
Menghadiri walimah bagi yang diundang hukumnya wajib, kecuali kalu ada uzur (halangan) seperti sakit.
5.      Muhrim
Menurut pengertian bahasa, muhrim berarti yang diharamkan. Dalam ilmu fikih, muhrim adalah wanita yang haram dinikahi. Adapun penyebab seorang wanita haram dinikahi ada empat macam, yaitu :
1)      Wanita yang haram dinikahi karena keturunan:
a.       Ibu kandung dan seterusnya ke atas (nenek dari ibu dan nenek dari ayah)
b.      Anak perempuan kandung dan seterusnya ke bawah (cucu dan seterusnya)
c.       Saudara perempuan (sekandung, sebapak atau seibu)
d.      Saudara perempuan dari bapak
e.       Saudara perempuan dari ibu
f.       Anak perempuan dari saudara laki-laki dan seterusnya kebawah
g.      Anak perempuan dari saudara perempuan dan seterusnya kebawah
2)      Wanita yang haram dinikahi karena hubungan sesusuan:
a.       Ibu yang menyusui
b.      Saudara perempuan sesususan
3)      Wanita yang haram dinikahi karena perkawinan:
a.       Ibu dari istri (mertua)
b.      Anak tiri (anak dari istri dengan suami lain), apabila suami sudah berkumpul dengan ibunya)
c.       Ibu tiri (istri dari ayah), baik sudah dicerai atau belum
d.      Mennatu (istri dari anak laki-laki), baik sudah dicerai maupun belum
4)      Wanita yang haram dinikahi karena mempunyai pertalian muhrim dengan istri.
6.      Kewajiban Suami dan Istri
Secara umum kewajiban suami-istri adalah sebagai berikut.
v  Kewajiban Suami
a.       Memberi nafkah, sandang, pangan, dan tempat tinggal kepada istri dan anak-anaknya, sesuai dengan kemampuan yang diusahakan secara maksimal.
b.      Memimpin serta membimbing istri dan anak-anak.
c.       Bergaul dengan istri dan anak-anak dengan baik (makruf)
d.      Memelihara istri dan anak-anak dari bencana.
e.       Membantu istri dalam tugas sehari-hari.
v  Kewajiban Istri
a.       Taat kepada suami dalam batas-batas yang sesuai dengan ajaran islam.
b.      Memelihara diri serta kehormatan dan harta benda suami.
c.       Membantu suami dalam memimpin kesejahteraan dan keselamatan keluarganya.
d.      Menerima dan menghormati pemberian suami walaupun sedikit.
e.       Hormat dan sopan kepada suami dan keluarganya.
f.       Memelihara, mengasuh, dan mendidik anak agar menjadi anak yang saleh.
7.      Perceraian
Perceraian berarti pemutusan ikatan perkawinan antara suami dan istri. Salah satu sebab perceraian adalah perselisihan atau pertengkaran suami-istri yang sudah tidak dapat didamaikan lagi, walaupun sudah didatangkan hakim (juru damai) dari pihak suami dan pihak istri.
Hal-hal yang dapat memutuskan ikatan perkawinan adalah meninggalnya salah satu pihak suami atau istri, talak, fasakh, khulu, li’an, ila’, dan zihar.
Adapun penjelasannya sebagai berikut:
a)      Talak
Talak berarti melepaskan ikatan perkawinan dengan mengucapkan secara suka rela ucapan talak dari pihak suami kepada istrinya. Asal hukum talak adalah makruh (sesuatu yang dibenci atau tidak disenangi).
Talak dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a.       Talak Raj’i
b.      Talak Ba’in
b)      Fasakh
Fasakh adalah pembatalan pernikahan antara suami-istri karena sebab-sebab tertentu. Fasakh dilakukan oleh hakim agama, karena adanya pengaduan dari istri atau suami dengan alasan yang dapat dibenarkan.
c)      Khulu
Menurut istilah bahasa, khulu berarti tanggal. Dalam ilmu fikih, khulu adalah talak yang dijatuhkan suami kepada istrinya, dengan jalan tebusan dari pihak istri, baik dnengan jalan mengembalikan mas kawin kepada suaminya, atau dengan memberikan sejumlah uang (harta) yang disetujui oleh mereka berdua.
d)     Li’an
Li’an adalah sumpah suami yang menuduh istrinya berzina.
e)      Ila’
Ila’ berarti sumpah suami yang mengatakan bahwa ia tidak akan meniduri istrinya selama empat bulan atau lebih, atau dalam masa yang tidak ditentukan.
f)       Zihar
Zihar adalah ucapan suami yang menyerupakan istrinya dengan ibunya.
8.      ‘Iddah
‘Iddah berarti masa menunggu bagi istri yang ditinggal mati atau bercerai dari suaminya untuk dibolehkan menikah kembali dengan laki-laki lain. Tujuan ‘iddah antara lain untuk melihat perkembangan, apakah istri yang bercerai itu hamil atau tidak.
Lama masa ‘iddah adalah sebagai berikut:
1.      ‘Iddah karena suami wafat
a.       Bagi istri yang sedang tidak hamil, baik sudah campur dengan suaminya yang wafat atau belum, massa ‘iddahnya adalah empat bulan sepuluh hari.
b.      Bagi istri yang sedang hamil, masa ‘iddahnya adalah sampai melahirkan.
2.      ‘Iddah karena talak, fasakh, dan khulu’
a.       Bagi istri yang belum campur dengan suami yang baru saja bercerai dengannya, tidak ada masa ‘iddah.
b.      Bagi istri yang sudah campur, masa ‘iddahnya adalah:
·         Bagi yang masih mengalami menstruasi, masa ‘iddahnya ialah tiga kali suci.
·         Bagi istri yang sudah menopause, masa ‘iddahnya adalah tiga bulan.
·         Bagi istri yang sedang mengandung, masa ‘iddahnya ialah sampai dengan melahirkan kandungannya.
9.      Rujuk
Rujuk berarti kembali, yaitu kembalinya suami kepada ikatan nikah dengan istrinya sebagaimana semula, selama istrinya masih berada dalam masa ‘iddah raj’iyah.
Hukum rujuk asalnya mubah, artinya bolehrujuk boleh pula tidak. Akan tetapi hukum rujuk bisa berubah, sebagai berikut:
a.       Sunah, misalnya apabila rujuknya suami kepada istrinya dengan niat karena Allah, untuk memperbaiki sikap dan perilaku serta bertekad untuk menjadikan rumah tangganyasebagai rumah tangga bahagia.
b.      Wajib, misalnya bagi suami yang mentalak salah seorang istrinya, sedangkan sebelum mentalaknya, ia belum menyempurnakan pembagian waktunya.
c.       Makruh (dibenci), apabila meneruskan perceraian lebih bermanfaat daripada rujuk.
d.      Haram, misalnya jika maksud rujuknya suami adalah untuk menyakiti istri atau mendurhakai Allah SWT.
Rukun rujuk ada empat macam, yaitu:
1.      Istri sudah  bercampur dengan suami yang mentalaknya dan masih berada pada masa ‘iddah raj’iyah.
2.      Keinginan rujuk suami atas kehendak sendiri, bukan karena dipaksa.
3.      Ada dua orang saksi, yaitu dua orang laki-laki yang adil.
4.      Ada sigat atau ucapan rujuk.
B.     HIKMAH PERNIKAHAN
Fuqaha (ulama fiqih) menjelskan tentang hikmah-hikamh pernikahan yang islami, antara lain:
1.      Memenuhi kebutuhan seksual dengan cara yang diridai Allah, dan menghindari cara yang dimurkai Allah.
2.      Pernikahan merupakan cara yang benar, baik, dan diridai Allah untuk memperoleh anak serta mengembangkan keturunan yang sah.
3.      Melalui pernikahan, suami-istri harus saling bertanggung jawab dalam mengurus keluarga.
4.      Menjalin hubungan silaturahmi antara keluarga suami dan keluarga istri.
C.    PERKAWINAN MENURUT PERUNDANG-UNDANGAN DI INDINESIA
Perkawinan diatur dalam Keputusan Menteri Agama RI No. 154/1991 tentang Pelaksanaan Instruksi Presiden RI NO. 1/1991 tanggal 10 Juni 1991 mengenai Kompilasi Hukum Islam di Bidang Hukum Perkawinan.
1.      Pengertian dan Tujuan Perkawinan
Dalam pasal 2 dan pasal 3 dari Kompilasi Hukum Islam di Bidang Hukum Perkawinan dijelaskan bahwa pengertian perkawinan menurut Hukum Islam adalah pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau misaqan galizan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Tujuan perkawinan ialah untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.
2.      Sahnya Perkawinan
Dalam pasal 4 Kompilasi Hukum Islam di Bidang Hukum Perkawinan dijelaskan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut Hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) UU RI No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, yang menegaskan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
3.      Pencatatan Perkawinan
Dalam pasal 5 dan 6 Kompilasi Hukum di Bidang Hukum Perkawinan dijelaskan:
·         Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat.
·         Pencatatan perkawinan dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah.
·         Agar pelaksanaan pencatatan perkawinan itu dapat berlangsung dengan baik, maka setiap perkawinan harus dilaksanakan dihadapan dan dibawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah.
·         Perkawinan yang dilakukan diluar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan hukum.
4.      Akta Nikah
Dalam pasal 7 ayat (1) dari Kompilasi Hukum Islam dibidang hukum perkawinan dijelaskan bahwa perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah.
Akta Nikah atau Buku Nikah (Surat Nikah) adalah surat keterangan yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah yakni KUA Kecamatan.
Surat nikah tersebut ditandatangani oleh Pegawai Pencatat Nikah diatas materai dan distempel, lalu diserahkan kepada kedua mempelai yang telah melakukan akad nikah.
5.      Kawin Hamil
Dalam pasal 53 ayat (1), (2), dan (3) dari Kompilasi Hukum Islam dibidang perkawinan dijelaskan:
1)      Seorang wanita hamil diluar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya.
2)      Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.
3)      Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak lahir.
Copyright 2009 Agama. All rights reserved.
Bread Machine Reviews | watch free movies online by Blogger Templates